BAB I
LATAR BELAKANG
Alexander Fleming menemukan antibiotik
pertama, penicillin, pada tahun 1927. Setelah digunakan pertama kali tahun
1940an, antibiotik membawa perubahan besar pada pelayanan kesehatan dan
penyembuhan infeksi bakterial.
Antibiotik didefinisikan sebagai
substansi, yang diproduksi oleh mikroorganisme, yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain. Munculnya antibiotik sintetik merubah definisi menjadi
substansi yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau substansi serupa yang
diproduksi keseluruhan maupun sebagian oleh sintesis kimia, pada konsentrasi
minimal terukur menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
Obat yang digunakan untuk membasmi
mikroba penyebab infeksi pada
manusia ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi.
Artinya obat itu harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk manusia. Berdasarkan sifat ini, sifat antibiotika yang
bersifat bakteriostatik dan bakterisid.
Namun penggunaannya, berdasarkan
penelitian kualitas penggunaan antibiotik di berbagai bagian di rumah sakit
ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi.3 Peresepan antibiotik yang tidak tepat
menjadi penyebab timbulnya epidemik bakteri resisten yang hasilnya meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.4,5 WHO telah mengeluarkan pernyataan
mengenai pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah
antibiotik , termasuk strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi.
Keterbatasan
akses mendapatkan antibiotik yang efektif juga mempengaruhi pilihan dokter
untuk meresepkan antibiotik yang tepat. Hal ini berkaitan dengan formularium
antibiotik atau daftar antibiotik yang tersedia di sebuah rumah sakit. Untuk
pelayanan obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada Daftar
Obat E Katalog, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. HK.02.02/Menkes/523/2015, tangggal 31 Desember 2015 tentang
Formularium Nasional
dan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan
menggunakan formularium Rumah Sakit.
A.
TUJUAN
Tujuan diterbitkan penggunaan obat Antibiotik rasional di
RSUD dr. H. Slamet
Martodirdjo Pamekasan adalah:
1.
Dapat melaksanakan prinsip penggunaan
antibiotik terapi secara BIJAK
2.
Memahami beberapa
terminologi dlm penggunaan Antibiotika
3.
Tidak memberikan/
tidak menyetujui pemberian antibiotik kepada pasien bila tidak perlu /tidak ada
indikasi) antibiotik terapi
4.
Dapat melaksanakan prisip dasar penggunaan
antibiotik terapi secara BIJAK pada pasien yang membutuhkan antibiotik terapi
BAB II
KONSEP DASAR
A.
DEFINISI
PEMBERIAN ANTIBIOTIK RASIONAL
Pemberian antibiotik rasional adalah pemberian antibiotik yang
sesuai dengan diagnosis penyakit , pemilihan jenis yang tepat , sehingga
mencapai sasaran dengan efek samping
seminimal mungkin.
Rasional
didefinisikan sebagai tindakan menggunakan nalar sebagai pertimbangan tertinggi
untuk menyimpulkan hal seperti pendapat ,perbuatan ,penilaian dan sebagainya ,
jadi bukan perasaan yang bersifat subyektif. Masalahnya sampai saat ini masih
banyak pemberian antibiotik yang tidak rasional. Salah satu penyebabnya adalah
karena tidak ada data lokal tentang pola mikroba penyebab penyakit .
Prinsip pemberian antibiotik adalah untuk mencegah,
mengobati serta menanggulangi terjadinya infeksi bakteri. Antibiotik adalah zat
yang dihasilkan oleh suatu mikroba dan bersifat dapat membasmi mikroba jenis
lain.
B. RESISTENSI ANTIBIOTIK
Resistensi sel mikroba ialah suatu
sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antibiotik. Sifat ini bisa
merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap bertahan hidup.
Timbulnya resistensi pada suatu strain
mikroba terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih
dari mekanisme berikut :
1.
Penghambatan secara
enzimatik
2.
Perubahan membrane sel
bakteri
3.
Effluks antibiotik
4.
Perubahan sasaran di ribosom
5.
Perubahan target pada
dinding sel
6.
Perubahan target pada
enzim.7
Agar suatu obat efektif untuk
pengobatan, maka obat itu harus mencapai tempat aktifitasnya di dalam tubuh
dengan kecepatan dan jumlah yang cukup untuk menghasilkan konsentrasi efektif.
C. PRINSIP PEMBERIAN ANTIBIOTIK
1.
Tepat Indikasi
Pemberian antibiotik di klinik bertujuan
untuk menghentikan metabolisme kuman penyebab infeksi. Pemberian antibiotik
ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
(1)
Gambaran klinik
penyakit infeksi, yaitu efek yang ditimbulkan akibat adanya toksin yang
dikeluarkan bakteri ke tubuh hospes.
(2)
Efek terapi antibiotik
pada penyakit infeksi hanya sebagai akibat kerja antibiotik terhadap
biomekanisme bakteri dan tidak terhadap biomekanisme tubuh hospes.
(3)
Antibiotik hanyalah
menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari penyakit
infeksi.
Untuk menentukan perlu atau tidaknya
pemberian antibiotik pada suatu penyakit perlu diperhatikan gejala klinik dan
patogenisitas bakteri serta kesanggupan mekanisme pertahanan tubuh hospes.
Gejala demam yang merupakan salah satu
gejala sistemik penyakit infeksi paling umum, tidak merupakan indikator kuat
pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik akibat demam tidak
bijaksana karena:
(1)
Pemberian antibiotik
yang tidak pada tempatnya dapat merugikan pasien (berupa efek samping) dan
masyarakat (berupa masalah resistensi).
(2)
Demam dapat disebabkan
oleh infeksi virus yang cukup tinggi angka kejadiannya dan tidak dapat
dipercepat penyembuhannya dengan menggunakan antibiotik yang tidak rasional.
(3)
Demam dapat juga
terjadi pada penyakit noninfeksi, yang dengan sendirinya bukan indikasi
pemberian antibiotik.
Indikasi pemberian antibiotik pada pasien
harus dipertimbangkan dengan seksama, dan sangat tergantung pada pengalaman
pengamatan klinik dokter yang mengobati pasien.
2.
Pemilihan Antibiotik yang Tepat
Setelah dokter menentukan perlu
tidaknya pemberian antibiotik, langkah berikutnya adalah pemilihan antibiotik
yang tepat seta penentuan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih antibiotik
yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas bakteri terhadap
antibiotik, keadaan tubuh hospes dan biaya pengobatan.
Untuk mengetahui kepekaan mikroba
terhadap antibiotik, perlu dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti
dengan uji kepekaan. Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan diambil sebelum
pemberian antibiotik. Setelah pengambilan bahan tersebut terutama dalam keadaan
penyakit infeksi yang berat, terapi dengan antibiotik dapat dimulai dengan
memilih antibiotik yang tepat sesuai gejala klinis pasien.
Dalam praktek sehari-hari tidak
mungkin melakukan pemeriksaan biakan pada setiap penyakit infeksi. Sehingga
pemilihan antibiotik dilakukan dengan membuat perkiraan kuman penyebab infeksi
dan pola kepekaannya.
Bila dari hasil kepekaan ternyata
pilihan antibiotik semula tadi tepat serta gejala klinik jelas membaik maka
terapi menggunakan antibiotik tersebut diteruskan. Namun jika hasil uji
sensitivitas menunjukan ada antibiotik yang lebih efektif, sedangkan dengan
antibiotik semula gejala klinik penyakit tersebut menunjukan
perbaikan-perbaikan yang menyakinkan maka antibiotik semula dapat
diteruskan.
Tetapi apabila hasil perbaikan
klinis kurang memuaskan, antibiotik yang diberikan semula dapat digantikan
dengan antibiotik yang lebih efektif sesuai dengan hasil uji sensitivitas.
Bila pemberian antibiotik hanya
bersifat bakteriostatik, pemusnahan bakteri hanya tergantung pada daya tahan
tubuh hospes, tidak demikian halnya dengan antibiotik bakterisid. Antibiotik
bakterisid dapat dipastikan menghasilkan efek terapi, apalagi bila diketahui
bahwa daya tahan tubuh hospes telah menurun, seperti pada penyakit difisiensi
imun, leukimia akut dan lain-lain. Pada keadaan ini lebih baik digunakan
antibiotik bakterisid.
Keadaan tubuh hospes perlu
dipertimbangkan untuk memilih antibiotik yang tepat. Untuk pasien penyakit infeksi yang juga menderita
penyakit ginjal misalnya, jika diperlukan jenis tetrasiklin sebagai antibiotik,
maka sebaiknya dipilih doksisiklin yang paling aman diantara tetrasiklin
lainnya.10
3.
Penentuan Dosis dan Lama Pemberian yang
Tepat
Penentuan dosis dan lama pemberian
terapi antibiotik, didasarkan pada sifat farmakodinamik dan farmakokinetik obat
tersebut.
Untuk penentuan besar dosis
tergantung pada jenis infeksi dan penetrasi obat ke tempat infeksi. Sedangkan
untuk penentuan lama pemberian tergantung pada respon klinik, mikrobiologis
maupun radiologis.10
4.
Farmakokinetik Antibiotika
Faktor-faktor yang penting dan
berperan dalam farmakokinetika obat adalah absorpsi, distribusi,
biotransformasi, eliminasi, faktor genetik dan interaksi obat. Antibiotika yang
akan mengalami transportasi tergantung dengan daya ikatnya terhadap protein
plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara
farmakologis aktif, yaitu punya kemampuan sebagai antimikroba.
Transport antibiotika ditentukan
oleh proses difusinya, luas daerah transfer, kelarutan dalam lemak, berat
molekul, derajat ionisasi, koefisien partisi dan perbedaan konsentrasi
meternofetal.
D. FAKTOR PENGARUH KUALITAS PEMBERIAN
ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotik adalah penentu
utama dari berkembangnya resistensi. Banyak parameter yang telah dibuat untuk
mengoptimalkan penilaian kualitas pemberian antibiotik. Peningkatan pemberian
antibiotik secara bijak menjadi solusi sebagai upaya mengatasi resistensi.
Pemilihan antibiotik yang bijak yaitu adalah yang tepat indikasi, dosis, rute serta waktu pemberian.10
Jumlah antibiotik yang diberikan juga
menentukan tepat tidaknya peresepan antibiotik tersebut. Pemberian antibiotik yang bijak meliputi
kuantitas dan kualitas yang baik tergantung dari:
1.
Ketersediaan antibiotik
Keterbatasan
akses mendapatkan antibiotik yang efektif juga mempengaruhi pilihan dokter
untuk meresepkan antibiotik yang tepat. Hal ini berkaitan dengan formularium antibiotik
atau daftar antibiotik yang tersedia di sebuah Rumah Sakit.
Untuk
pelayanan obat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada Daftar
Obat E Katalog, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. HK.02.02/Menkes/523/2015, tangggal 31 Desember 2015 tentang
Formularium Nasional
dan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan
menggunakan formularium Rumah Sakit.
2.
Kebijakan mengenai pemberian antibiotik
Kebijakan
untuk pemberian antibiotik secara bijak diperlukan sebagai pedoman bagi dokter
dalam praktik sehari-hari. Rekomendasi
nasional yang mendukung pemberian antibiotik sebaiknya terus dikembangkan
sehingga pelaksanaan dan pengawasan pemberian antibiotik dapat secara ketat
dilaksanakan. Sebaikya pedoman pemberian antibiotik di rumah sakit diperbarui
secara berkesinambungan.
3.
Pengetahuan dan sikap dokter
Pemilihan
antibiotik tergantung dari pengetahuan dokter tentang berbagai aspek yang
berbeda mengenai penyakit infeksi. Dalam pemberian antibiotik harus
dipertimbangkan dengan seksama mulai dari ketepatan diagnosis, tujuan
pengobatan, pilihan obat yang tepat, pemberian obat kepada penderita,
memberikan informasi yang adekuat dan memantau efek pemberian obat. Hal ini
sangat tergantung pada sikap dan pengalaman pengamatan klinik dokter dalam
mengobati pasien. Faktor yang mempengaruhi perubahan sikap individu maupun
kelompok, salah satunya adalah faktor pendorong (reinforcing faktors) yaitu faktor yang memperkuat perubahan
perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku pihak lain misalnya
institusi, atasan, teman kerja atau tokoh lain yang menjadi model. Faktor
pengetahuan dan sikap dokter merupakan faktor penting, walaupun tidak diingkari
pula terdapat peran dari pihak lain seperti institusi yang membawahi dokter dan
farmasi.
4.
Promosi farmasi
Industri
farmasi ikut berperan dalam penyediaan dan promosi antibiotik. Terkadang pihak
farmasi mengintervensi dokter karena menginginkan pemberian produk
antibiotiknya meningkat, sehingga
mempengaruhi dokter dalam peresepan. Sebaiknya dilakukan pengendalian
dan pengawasan terhadap aktivitas promosi tersebut.
E. PENGUKURAN KUALITAS ANTIBIOTIK
Antibiotik hanya bekerja untuk mengobati
penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Antibiotik tidak bermanfaat mengobati penyakit yang diakibatkan
oleh virus atau nonbakteri lainnya. Pemberian antibiotik secara rasional
diartikan sebagai pemberian antibiotik yang tepat indikasi, tepat penderita,
tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat yang dalam arti
konkritnya adalah:
1.
Pemberian resep yang
tepat atau sesuai indikasi
2.
Pemberian dosis yang
tepat
3.
Lama pemberian obat
yang tepat
4.
Interval pemberian
obat yang tepat
5.
Aman pada pemberiannya
6.
Terjangkau oleh
penderita.13
Untuk meningkatkan pemberian
antibiotik yang rasional, pemberian antibiotik pada unit pelayanan kesehatan
selain harus disesuaikan dengan pedoman pengobatan juga sangat dipengaruh oleh
pengelolaan obat.14 Pemberian
antibiotik juga disesuaikan dengan Formularium Rumah Sakit yaitu daftar obat
yang disepakati beserta informasinya yang harus ditetapkan dirumah sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit dan
disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara
ilmiahdibutuhkan di rumah sakit tersebut.
Penilaian mengenai rasionalitas
pemberian antibiotik memuat dua aspek penting untuk di evaluasi yaitu jumlah
antibiotik yang digunakan yang disebut dengan kuantitas dan ketepatan dalam
pemilihan jenis antibiotik, dosis serta lama pemberian yang disebut kualitas.
Kualitas pemberian antibiotik dapat
dinilai dengan melihat catatan medis. Hal-hal yang harus dinilai antara lain ada tidaknya
indikasi, dosis, lama pemberian, pilihan jenis dan sebagainya.
Gyssens,
dkk membagi kategori kualitas pemberian antibiotik sebagai berikut:15
1.
Kategori I: pemberian
dengan indikasi yang tepat
2.
Kategori II: pemberian
antibiotik yang tidak tepat: Dosis, Interval, Rute
3.
Kategori III:
pemberian antibiotik atas indikasi yang tepat dosis/interval/rute yang
tepat tapi tidak tepat dalam lama
pemberian (terlalu lama atau terlalu sebentar)
4.
Kategori
IV: pemberian antibiotik yang tepat indikasi, dosis/interval/rute serta lama
pemberian tetapi tidak tepat jenisnya
a.
Ada pilihan antibiotik
lain yang lebih efektif
b.
Ada pilihan antibiotik
lain yang kurang toksik
c.
Ada pilihan antibiotik
lain yang lebih murah
d.
Ada pilihan antibiotik
lain yang lebih sempit spektrumnya.
5.
Kategori V: pemberian
antibiotik yang tanpa indikasi
6.
Kategori VI: rekam
medis tidak lengkap untuk dievaluasi.
Penilaian
kualitas pemberian antibiotik pada penelitian ini menggunakan alur Gyssens.